Rabu, 17 Oktober 2012

kebudayaan kota kudus

Orang biasanya mengenal Kota Kudus sebagai Kota Kretek dengan PT Djarum sebagai pabrik yang terbesar dan diikuti oleh pabrik-pabrik rokok lainnya. Namun lebih dari itu, Kota Kudus ternyata menyimpan sejarah panjang yang menjadi goresan tinta sejarah peradaban. Karena terletak di jalur Pantura yang merupakan jalur perdagangan yang vital, kurang lebih 53 km dari Semarang atau sekitar 45 menit lewat perjalanan darat dari Kota Semarang menjadikan Kota Kudus sebagai daerah tujuan dagang dan wisata yang menarik untuk dikunjungi. Nama Kudus sendiri berasal dari bahasa Arab al-Quds yang berarti suci, konon Kudus satu-satunya kota di Jawa yang mengadopsi namanya dari bahasa Arab. Walaupun karakter Islam sangat kuat di Kudus, namun pengaruh Hindu masih tetap berlaku, Misalnya dilarang menyembelih sapi di dalam wilayah Kota Kudus. Penyebar Islam pertama di Kudus yang bernama Ja’far Shadiq atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus mengetahui bahwa sapi adalah binatang suci Umat Hindu. Kali Gelis yang mengalir ditengah Kota Kudus membagi wilayah menjadi dua bagian yaitu Kudus Kulon ( Barat ) dan Kudus Wetan ( timur ). Pada masa lampau, wilayah Kudus Kulon didiami oleh para pengusaha, pedagang, petani dan ulama, sedangkan Kudus Wetan dihuni oleh para priyayi, cendikiawan, guru-guru, bangsawan dan kerabat ningrat. Dalam perkembangannya ternyata Kudus Kulon lebih maju. Masjid Kudus dikenal oleh masyarakat karena bentuk arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu. Masjid yang dibangun pada tahun 1549 oleh Ja’far Shadiq memang memilki pesona yang luar biasa. Menara yang terbuat dari bata merah yang aslinya adalah menara peninggalan Hindu yang digunakan sebagai tempat pembakaran mayat para raja dan kaum bangsawan, namun sebagian lain menganggap bahwa menara tersebut adalah menara pengawas dari sebuah rumah ibadat agama Hindu sebelum diubah menjadi masjid. Menara masjid ini berbentuk seperti Candi Singasari atau Bale Kul-Kul di Bali, sisa peninggalan dari Zaman Hindu yang telah beralih fungsi. Tinggi menara ini kira-kira 17 m dan telah berusia tujuh abad. Bangunan menara terbagi tiga yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan. Masjid Kudus tetap mempertahankan bentuk aslinya walaupun telah mengalami beberapa kali pemugaran. Keunikan lain di serambi masjid terdapat sebuah Candi Bentar, penduduk menyebutnya Lawang Kembar yang konon berasal dari Majapahit. Di belakang masjid adalah makam Ja’far Shadiq dan para pengikutnya yang menempati tanah dua kali lebih luas dari ukuran masjid tersebut. Seperti bentuk gapura depan, memasuki areal taman pemakaman pun yang sudah berumur ratusan tahun tetap cantik dan menarik. Dengan bergaya arsitek Hindu, masing – masing makam tersusun dengan rapi dan dibuat cluster sesuai dengan pangkatnya. Dari golongan prajurit yang paling rendah sampai dengan makam Ja’far Shadiq sendiri yang bertempat di tengah-tengah diantara semua para punggawanya. Setiap hari selalu saja masjid ini ramai dikunjungi oleh para pengunjung, baik yang hanya sekedar ingin melihat-lihat arsitek bangunan yang unik, maupun yang ingin berziarah ke makam Ja’far Sadiq ( Sunan Kudus ). Berbicara tentang budaya yang ada di Kabupaten Kudus, apabila kita mau mempelajarinya sangatlah banyak yang harus kita ketahui antara lain dandangan, kupatan, bulusan, nyadran, buka luwur, dan masih banyak lagi budaya – budaya local yang patut untuk diketahui karena mengandung banyak nilai – nilai luhur local yang patut untuk dipertahankan. Pada kesempatan hari ini tentunya tidak mungkin saya menyampaikan seluruh rincian budaya yang ada di Kabupaten Kudus, oleh karenanya berdasarkan budaya – budaya yang ada di Kabupaten Kudus tersebut di atas saya ingin mengungkapkan salah satu budaya yang ada yang menurut saya sangat menarik yaitu budaya Buka Luwur Makam Sunan Kudus. Buka Luwur adalah upacara tradisi yang terdapat di Kudus berupa prosesi penggantian luwur atau kain mori yang digunakan untuk membungkus jirat, nisan, dan cungkup Makam Sunan Kudus. Upacara ini sifatnya massal, dilaksanakan di Tajug Masjid Menara Kudus, di desa Kauman, Kecamatan Kota Kudus, pada setiap tanggal 10 Asyuro (Muharram) yang konon bertepatan dengan wafatnya Sunan Kudus. Dengan demikian, setiap tanggal 10 Asyuro telah ditetapkan sebagai waktu pelaksanaan khaul (ulang tahun wafatnya) Sunan Kudus untuk setiap tahunnya. Buka Luwur atau Buka Luhur adalah sebutan masyarakat untuk upacara ini, yang artinya membuka pusaka leluhur. Seusai Buka Luwur di Makam Sunan Kudus, biasanya diikuti pula dengan Buka Luwur di makammakam lain, seperti di Makam Sunan Muria, dan makam - makam ulama kharismatik lain yang terdapat di daerah Kudus. Tujuan utama diadakannya upacara ini adalah untuk memperingati kebesaran jasa Ja’far Shadiq, nama asli Sunan Kudus, dalam syiar Islam di Kudus yang pada waktu itu masih didominasi oleh pengikut agama Hindu, serta peran beliau dalam membesarkan kota Kudus. Oleh karena itu, sebelum acara inti penggantian luwur pada Makam Sunan Kudus berlangsung, diselenggarakan terlebih dahulu penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kudus, kemudian dilanjutkan dengan beberapa ritual yang berhubungan dengan syiar Islam seperti pembacaan Kitab Barzanji, tahlilan, khataman hafalan Al-Qur’an, serta pengajian, dan tak lupa adanya pembagian nasi jangkrik yang tidak menggunakan lauk daging sapi sebagai salah satu warisan kearifan Sunan Kudus dalam menjaga toleransi dengan masyarakat yang masih beragama Hindu pada zamannya, tetapi kemudian diganti dengan daging kerbau atau daging kambing. Upacara ini juga dimaksudkan sebagai salah satu syiar Islam, yaitu dalam rangka memperingati tahun baru Hijriyah. Itulah yang menyebabkan diselenggarakannya pengajian umum pada malam hari sebelum penggantian luwur baru itu dilaksanakan oleh ulama kharismatik yang ditunjuk oleh Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, bisa ulama dari daerah Kudus setempat atau ulama dari tempat lain. Menurut masyarakat daerah Kudus, puncak upacara yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Asyura (Muharram) ini adalah khaul (ulang tahun wafatnya) Sunan Kudus, karena di dalam prosesi upacaranya selalu diikuti oleh pembacaan tahlil yang dipimpin oleh Imam Besar Masjid Menara yang diikuti oleh semua peserta upacara tersebut. Selain itu, masyarakat juga mempercayai bahwa pada upacara tersebut sebenarnya adalah upacara selamatan, karena di dalam bagian prosesi itu diakhiri dengan adanya pembagian nasi jangkrik kepada masyarakat yang mengikuti upacara tersebut. Selain untuk masyarakat yang mengikuti prosesi upacara, nasi jangkrik itu juga diperuntukkan bagi para donatur, tamu undangan, serta panitia penyelenggara. Karena jumlahnya terbatas, menyebabkan sering terjadi rebutan yang menyebabkan beberapa orang sempat pingsan akibat berdesakdesakan berebut nasi jangkrik itu. Upacara ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat, karena mereka menginginkan berkah dari potongan luwur lama yang diyakini mempunyai banyak khasiat. Proses penyelenggaraan upacara yang berlangsung setiap tahun ini dimulai beberapa bulan sebelum prosesi puncak dilaksanakan, yaitu dengan membuat kepanitiaan yang terdiri dari imam besar Masjid Menara, para anggota Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, juru kunci Makam Sunan Kudus, beberapa ulama sepuh, serta para donatur yang akan memberikan bantuan untuk pelaksanaan upacara buka luwur serta selamatan yang memerlukan beberapa ton beras dan beberapa ekor kerbau serta kambing. Dengan demikian, ada beberapa pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan upacara ini. Juru kunci Makam Sunan Kudus pada kesempatan ini bertugas untuk menjamas pusaka peninggalan Sunan Kudus, khususnya yang berupa keris dan tombak. Prosesi ini berlangsung pada setiap bulan Dzulhijjah (Besar) atau pada bulan Muharram (Suro). Panitia yang terdiri dari Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, bertugas untuk menyelenggarakan beberapa kegiatan religius seperti menyelenggarakan kesenian Islam terbangan, pembacaan Kitab Barzanji, khataman Al-Qur’an, menyelenggarakan doa Rasul, menyelenggarakan santunan kepada anak yatim, serta tak kalah pentingnya adalah memasak nasi serta daging kerbau maupun kambing untuk membuat nasi jangkrik. Imam Besar Masjid Menara dalam hal ini bertugas membuka puncak upacara Buka Luwur, serta memimpin doa untuk kelancaran acara serta memimpin doa ketika upacara tersebut sudah selesai dilaksanakan di Makam Sunan Kudus. Acara yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Asyuro (Muharram) tersebut sebenarnya merupakan acara pemasangan luwur baru, sedangkan Buka Luwurnya sendiri dilakukan pada setiap tanggal 1 Asyuro (Muharram). Puncak acara tersebut memberi kesan bagi masyarakat bahwa pada tanggal itulah hari wafatnya Sunan Kudus. Kesan ini timbul karena rangkaian acara pemasangan luwur selalu ditandai dengan acara tahlilan, yang identik dengan acara khaul pada umumnya. Padahal sebenarnya tanggal itu bukan tanggal wafatnya Sunan Kudus, karena tidak ada yang tahu secara pasti kapan tanggal wafatnya Sunan Kudus itu. Namun ada yang memperkirakan wafatnya Sunan Kudus sekitar tahun 1555 M. Sekitar seminggu sebelum pelaksanaan upacara Buka Luwur, diselenggarakan penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kudus berupa keris Ciptoko dan sepasang tombak berbentuk trisula yang biasa diletakkan di sebelah kiri dan sebelah kanan mihrab (pengimaman) Masjid Menara. Sedangkan peninggalan yang lain berupa jubah putih, sajadah merah, sorban hijau, dan sapu tangan pembungkus ijazah wilayah (hadiah dari Amir Palestina), cukup dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dan dijemur. Penjamasan itu selalu dihadiri oleh kerabat Sunan Kudus, para ulama, dan peziarah, yang setelah selesai mengikuti upacara tradisional tersebut bersama-sama mengikuti selamatan atau tahlilan. Dalam kesempatan itu peziarah mendapatkan bagian nasi kenduri, serta disyaratkan untuk mencicipi jajan pasar agar memperoleh berkah. Adapunyang bertindak sebagai penjamas pusaka adalah juru kunci Makam Sunan Kudus. Penjamasan pusaka-pusaka ini selalu dilaksanakan dalam bulan Besar (Dzulhijjah) atau Asyura (Muharram) dengan tanggal yang tidak dapat ditentukan. Akan tetapi untuk harinya sudah ditetapkan pada setiap hari Senin atau Kamis, sesudah hari Tasyriq, tanggal 11-13 Dzulhijjah. Konon, selama prosesi penjamasan ini keadaan cuaca selalu timbreng, yaitu kondisi cuaca tidak dalam keadaan terik, dan tidak pula mendung, apalagi hujan. Pelajaran yang dapat ditarik dari pelaksanaan upacara tradisi buka luwur ini adalah adalah: Melestarikan budaya dari leluhur yang masih tetap bertahan di tengah arus lobalisasi yang berkembang dalam masyarakat Sikap menghargai kepada tokoh pendahulu yang menjadi panutan dan tuntunan hidup dengan mendoakan di makam beliau lewat lantunan bacaan tahlil dan Alqur’an Sifat kerukunan dan kegotong-royongan yang masih terlihat lewat kerja bakti bersama, mempersiapkan makanan, iuran dana dan lain sebagainya yang sekarang sudah mulai terkikis dalam masyarakat perkotaan Bentuk rasa syukur kepada Allah S.W.T yang diujudkan dengan berdoa bersama dan melaksanakan makan secara bersama pada waktu upacara tradisi dilaksanakan Menambah ilmu agama dengan cara mendatangkan mubalig untuk memberikan pengetahuan agama dan kehidupan baik untuk orang tua maupun generasi muda. Pelajaran bagi generasi muda supaya tetap menghormati dan mencintai budaya yang ada dalam masyarakat dan tetap mempertahankannya Ajang silaturohim antara warga desa khususnya, pejabat dan partisipan lain yang datang apada acara tersebut Pada akhirnya saya ingin mengajak semua untuk mencintai dan bangga sebagai Bangsa Indonesia. Siapa lagi kalau bukan para generasi muda sebagai penerus tongkat estafet yang telah diberikan oleh para pendahulu kepada kita. Kota Industri Rokok Kudus juga terkenal karena industri rokoknya dan di kota inilah pertama kali jenis rokok kretek ditemukan oleh seorang penduduk Kudus bernama Nitisemito yang pernah menyatakan bahwa rokok kretek temuannya dapat menyembuhkan penyakit asma. Dia membuat rokok kretek dari tembakau yang dicampur dengan cengkeh yang dihaluskan dan dibungkus dengan daun jagung yang dikenal sebagai rokok klobot. Dia mulai menjual rokok klobot merek Bal Tiga pada tahun 1906. Nitisemito mempromosikan rokok klobotnya secara intensif dengan menggunakan radio, melakukan tur dengan grup musik bahkan menyebarkan pamflet melalui udara. Akhirnya Kudus berkembang menjadi pusat industri rokok dan pernah tercatat 200 pabrik rokok beroperasi di Kudus dan sekitarnya. Namun dalam perjalanannya, industri rokok Kudus mengalami rasionalisasi dan hanya tiga perusahaan besar yang mampu menguasai pasaran yaitu ; Bentoel di Malang, Gudang Garam di Kediri dan Djarum di Kudus. Nitisemito termasuk orang yang menjadi korban persaingan industri rokok, ia bangkrut pada tahun 1953. Saat ini perusahaan rokok kretek utama di Kudus antara lain Djambu Bol, Nojorono, Sukun, dan Djarum. Perusahaan rokok yang terakhir ini adalah yang terbesar di Kudus yang mulai beroperasi sejak tahun 1952. Djarum memiliki pabrik rokok modern yang terletak di Jl. A yani, wisatawan dapat melakukan peninjauan ke pabrik ini tetapi harus meminta ijin terlebih dahulu seminggu sebelumnya. Pabrik rokok Sukun terletak agak di luar kota Kudus. Pabrik rokok ini masih memproduksi rokok klobot yaitu rokok tradisional dimana tembakau digulung dengan daun jagung. Museum Kretek Kudus Museum yang didirikan pada tahun 1996 memamerkan sejumlah foto yang menarik mengenai rokok dan alat-alat yang digunakan dalam proses membuat rokok. Museum ini memiliki diorama yang menggambarkan proses produksi rokok kretek; dari penyediaan bahan baku berupa cengkeh, tembakau, daun jagung muda hingga ke proses pengerjaannya dan pemasarannya. Museum yang terletak di desa Getas Pejaten, sekitar 2 km dari kota Kudus ini buka dari jam 09.00 WIB hingga 16 kecuali Jum’at. Di dekat museum kretek ini terdapat rumah adat Kudus yang terbuat dari kayu penuh ukiran yang merupakan keterampilan masyarakat Kudus yang terkenal. Gaya arsitektur Kudus disebut-sebut berasal dari seorang Imigran dari Cina yang bernama Ling Sing dari abad ke 15. Gunung Muria Setelah lelah berkeliling Kota Kudus, silakan mampir untuk menikmati kesejukan Gunung Muria. Gunung Muria terletak 18 km sebelah utara Kota Kudus dan memiliki ketinggian kurang lebih 1700 m. diatas permukaan air laut Selain menampilkan pemandangan khas pegunungan yang indah, keberadaan makam Sunan Muria, air terjun Montel serta bumi perkemahan Hajar semakin menjadi pelengkap tempat ini sebagai salah satu tujuan tempat wisata. Tempat penginapan sederhana namun lumayan bersih tersedia di shelter terakhir perparkiran mobil. Hotel Pesanggrahan adalah hotel yang dimiliki oleh Pemerintah dan bisa dipakai untuk umum dengan biaya antara Rp 10.000,- sampai dengan Rp 44.000,-. Jika anda ingin menemukan tantangan yang lebih besar, anda bisa mendaki ke Puncak songolikur ( 29 ) yang terletak di atas air terjun Monthel, bisa dipandu oleh pemandu setempat. Selama acara Buka Luwur, yang diadakan tiap tanggal 10 Muharram, tirai yang terdapat di makam ini diganti dan pada saat seperti ini ribuan peziarah akan memadati kawasan makam. Apalagi lokasinya yang terletak di pusat Kota Kudus menjadikan tempat ini sangat mudah diakses, baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.